Ganyangnews.Com _ Rohul, Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Rokan Hulu, Ramlan Lubis, menyampaikan keprihatinan mendalam setelah beredarnya video viral seorang ibu yang mengaku dipungut biaya perpisahan sebesar Rp.250.000 oleh pihak SD Negeri 002 Desa Batas, Kecamatan Tambusai.
Dalam video tersebut, ibu tersebut mengaku dalam kondisi sakit namun tetap diminta membayar uang perpisahan untuk anaknya yang tamat sekolah.
Kejadian ini menuai reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Ramlan Lubis dan Ketua LSM Korek, Armen Nasution.
“Miris melihat video itu, apalagi kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit. Sekolah jangan jadi beban tambahan bagi wali murid,” ujar Ramlan Lubis.
Ia menegaskan, praktik pungutan uang perpisahan seperti itu termasuk pungutan liar (pungli) dan bertentangan dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan.
Dalam Surat Edaran Sekjen Kemendikbudristek No. 14 Tahun 2023, ditegaskan bahwa kegiatan wisuda atau perpisahan tidak boleh menjadi kegiatan wajib dan tidak boleh membebani orang tua/wali murid.
Sementara itu, Armen Nasution, Ketua LSM Korek, menyatakan pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Pasir Pengaraian.
“Kalau terbukti, saya minta penegak hukum tangkap dan copot kepala sekolah itu. Jangan dipelihara oknum seperti itu di dunia pendidikan,” ujarnya tegas.
Menurut Armen, dalih bahwa pungutan berasal dari keinginan sebagian orang tua tidak bisa dibenarkan, apalagi jika bersifat memaksa atau tidak transparan.
Dalam peraturan perundangan, semua pungutan di satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan pemerintah dilarang, termasuk untuk kegiatan non-akademik seperti perpisahan.
LPAI Rokan Hulu berkomitmen untuk menyurati Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hulu guna menindaklanjuti kasus ini dan mendorong dikeluarkannya larangan resmi terhadap pungutan perpisahan atau wisuda.
“Jika sudah telanjur dipungut, uangnya harus dikembalikan. Ini bukan kegiatan wajib, dan tidak boleh membebani keluarga siswa,” kata Ramlan.
Ia juga mengingatkan bahwa Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 sudah secara tegas melarang pungutan di sekolah negeri tingkat dasar dan menengah. Komite sekolah pun tidak dibenarkan memfasilitasi pungutan atas nama kegiatan seremonial seperti ini.
Kasus pungutan di SD 002 Desa Batas menjadi perhatian serius. Lembaga dan masyarakat mendesak agar pihak sekolah tidak lagi menjadikan kegiatan seremonial sebagai alasan pungutan. Dalam situasi ekonomi yang belum stabil, kebijakan pendidikan harus berpihak pada rakyat.
LPAI dan LSM Korek menegaskan bahwa dunia pendidikan harus bebas dari pungli, transparan, dan berpihak pada kepentingan Pendidikan anak dan Kasus di SD 02 Batas ini akan kita laporkan langsung dalam waktu dekat ke APH, ujar Ketua LIPAI ini lagi.
(Pasaribu)
Social Header